Ketika (Oknum) Wakil Rakyat Menjadi Bandar Narkoba

Posting Komentar

bandar narkoba

Penangkapan salah satu anggota DPRD Palembang berinisial D, pada Selasa (22/9/2020) dengan kasus penyimpanan 5 kilogram sabu dan ribuan pil ekstasi menambah deretan rapor buruk wakil rakyat di mata masyarakat. Sebelum kasus ini terungkap pun kepercayaan masyarakat memang sudah sangat rendah, terbukti dari survey oleh LSI (Lembaga Survey Indonesia) pada 4-5 Oktober 2019, para responden yang berjumlah 1.010 orang yang diwawancara via telepon, sebanyak 60% mengungkapkan ketidakpercayaannya pada lembaga wakil rakyat.

Kepercayaan Yang Dikhianati

Pada umumnya, ketidakpercayaan masyarakat terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah terkait kinerjanya selama menjabat menjadi wakil rakyat, tetapi kasus penangkapan anggota DPRD atas kasus narkoba ini menjadi istimewa -dalam arti negatif-, karena ini termasuk kasus baru di mana anggota DPRD menjadi bandar narkoba. 

Bandar Narkoba dan Juga Residivis

Hasil penyelidikan lebih lanjut, anggota DPRD yang ditangkap oleh satuan tugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumatera Selatan ini adalah seorang residivis, ia pernah ditangkap dengan kasus serupa pada tahun 2012, dan menjalani hukuman selama satu tahun.

Akibat dari perbuatannya, Partai Golkar yang menjadi tempat ia mengabdi, akhirnya memecat kader muda tersebut dengan tidak hormat, karena dianggap telah mencoreng nama baik partai yang telah mengantarkannya ke kursi legislatif masa jabatan 2019-2024.

Dengan adanya kasus ini, selayaknya pemerintah memperhatikan kembali undang-undang yang memperbolehkan para mantan narapidana untuk ikut dalam pemilihan sebagai wakil rakyat. Walaupun ada syarat bahwa narapidana yang mencalonkan diri harus berjarak minimal lima tahun setelah masa bebas dari hukuman, tetapi tetap tidak jaminan bahwa setelah masa selesai hukuman lima tahun tersebut, seorang mantan narapidana akan menjadi baik, dan tidak akan mengulang kasus yang sama.

Andil Partai Terhadap Anggotanya

Partai-partai yang ikut serta dalam pemilihan pun ikut andil dalam dalam kasus ini. Padahal kata kuncinya ada pada partai itu sendiri, karena partai bisa menjadi filter pada kader-kadernya yang berasal dari mantan narapidana, terlebih jika yang bersangkutan akan mengikuti pemilihan wakil rakyat. Partai harus bisa memprediksi, terlebih jika bersangkutan dengan nama baik partai itu sendiri di masa depan.

Masyarakat pun memegang peran yang sangat krusial, sehingga masyarakat harus lebih peka dengan kondisi sosial yang berkembang, karena seorang mantan narapidana tidak akan menjadi anggota wakil rakyat jika tidak dipilih oleh masyarakat. Setelah kasus ini terjadi, bagaimana perasaan orang-orang yang memilihnya dulu?. Proses memilih wakil rakyat yang berlangsung lebih kurang lima menit itu memang butuh pertimbangan matang, karena representasi kita oleh para wakil rakyat akan berlangsung selama lima tahun.

Pesta demokrasi akan terus bergulir, tidak hanya 2024 untuk pemilihan wakil rakyat. Tapi 2020 ini pun masyarakat akan menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Masyarakat harus selektif dalam memilah dan memilih para calon pemimpin yang akan menjadi nakhoda wilayahnya sampai lima tahun yang akan datang. Cukuplah kasus penangkapan ini menjadi pelajaran, Kita tidak ingin dipimpin oleh orang yang tidak mempunyai kapabilitas, atau bahkan menambah keterpurukan.

Mari menjadi masyarakat yang melek, membuka wawasan terhadap perkembangan informasi yang berkembang di masyarakat. Jangan acuh terhadap keberlangsungan sosial di sekitar kita. Proses pemilihan wakil rakyat, ataupun kepala daerah adalah bagian dari hidup ala demokrasi kita. Jaga kewarasan dalam memberikan suara, karena keberlangsungan satu periode pemerintahan dan kekuasaan akan ditentukan oleh tangan kita.

Penutup

Jangan tergiur oleh money politic, hanya karena lembaran rupiah yang tak seberapa, kita menggadaikan masa depan kepada oknum-oknum yang haus akan kekuasaan. Terlebih, setiap suara yang akan kita andilkan pada setiap pemilihan pastilah akan dimintai pertanggungjawaban. Jika tidak hari ini, pengadilan kelak di akhirat. Kita tidak akan lepas dari pertanyaan: Bertanggung jawabkah kita terhadap suara yang kita berikan untuk para wakil rakyat atau kepala pemerintahan?.

Referensi:

1. nasional.kompas.com
2. palembang.kompas.com
3. cnnindonesia.com
4. news.detik.com

Related Posts

Posting Komentar